Kamis, 18 Desember 2008

DAMPAK KRISIS GLOBAL Krisis Pangan Mulai Mengancam

JAKARTA (Suara Karya): Krisis pangan dikhawatirkan akan mengikuti krisis ekonomi global. Dalam hal ini, produksi pertanian, khususnya tanaman pangan, diperkirakan akan merosot tajam pada tahun 2009, akibat melemahnya permintaan. Untuk itu, pemerintah harus mengantisipasi dengan tidak hanya fokus menangani pasar modal dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Demikian diungkapkan Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sutrisno Iwantono dan Direktur Inter-CAFE IPB Iman Sugema secara terpisah kepada Suara Karya di Jakarta, kemarin.

Mereka mengemukakan, pemerintah harus bisa menjamin ketersediaan pangan melalui produksi dalam negeri dengan fokus menjaga keseimbangan antara kepastian harga panen petani dan keterjangkauan masyarakat konsumen.

"Krisis keuangan di Amerika Serikat telah menyeret dunia memasuki resesi. Pada tahun depan, dapat dipastikan sektor riil akan mengalami kesulitan serius. Pemerintah harus benar-benar konsentrasi pada ketahanan ekonomi domestik. Fokusnya adalah mempertahankan ketahanan pangan. Goncangan akibat krisis masih bisa diredam jika pangan murah tersedia bagi rakyat. Sebaliknya, jika sampai tidak tersedia, akan menimbulkan persoalan serius," kata Sutrisno yang juga Ketua Pusat Advokasi Tani Indonesia.

Menurut dia, diperkirakan akan terjadi kelangkaan pangan dunia pada tahun 2009. Di antaranya karena krisis ekonomi global menyebabkan kelangkaan likuiditas di negara-negara maju. Dengan demikian, negara-negara ini akan mengurangi bantuan bagi negara-negara yang sedang berkembang.

Berdasarkan pernyataan Dirjen Food and Agricultural Organization (FAO) Dr Jaques Diouf, terdapat 36 negara yang memerlukan bantuan eksternal dalam rangka memperbaiki gagal panen dan kenaikan harga pangan. Kegagalan panen akan mengakibatkan lebih dari 75 juta penduduk dunia terkena bencana kelaparan dan kemiskinan.

Hingga akhir tahun 2008 ini, diperkirakan ada sekitar 1 miliar penduduk dunia kekurangan gizi.

"Saat ini harga-harga pangan dunia mengalami penurunan. Penyebabnya adalah penurunan permintaan karena krisis ekonomi. Konsekuensi logisnya, para produsen akan mengurangi produksi. Ini akan menekan ketersediaan pangan tahun depan. Jadi akan sangat berisiko jika kebutuhan pangan Indonesia sampai tergantung pada impor," tuturnya.

Berkenaan dengan itu, lanjut Sutrisno, pemerintah perlu mengambil langkah-langkah konkret mengantisipasi ketahanan ekonomi domestik, khususnya perhatian terhadap upaya mempertahankan ketahanan pangan. Dalam hal ini, pemerintah harus memastikan bahwa kelangkaan pupuk tidak akan terjadi pada awal musim tanam. Selain itu, subsidi pupuk yang telah dianggarkan jangan sampai dipotong meskipun akan terjadi revisi untuk APBN 2009.

"Distributor pupuk juga perlu diawasi secara ketat agar pupuk bersubsidi tidak jatuh ke tangan orang yang tidak berhak dan dimainkan oleh para spekulan," ucapnya.

Selanjutnya, kredit untuk pertanian harus dilonggarkan di tengah ketatnya likuiditas sektor perbankan saat ini. Untuk itu, harus ada skim khusus untuk menolong para petani, UKM, dan pelaku ekonomi kerakyatan.

"Hanya di sektor ini ketahanan ekonomi domestik dapat dipertahankan," katanya.

Selain itu, program kredit usaha rakyat (KUR) juga perlu didorong dengan sosialisasi yang lebih luas dan melonggarkan berbagai persyaratan teknis.

Sementara itu, penyediaan benih, terutama untuk padi, jagung, kedelai, dan lainnya, agar tidak tergantung dari impor. Pembibitan lokal baik hibrida maupun nonhibrida, juga harus ditangani secara khusus, di samping pembibitan oleh pemerintah dan swadaya masyarakat.

"Bersamaan dengan itu, Bulog juga harus lebih aktif dalam meningkatkan stok pangan nasional dengan melakukan berbagai inovasi dalam pengadaan. Kerja sama dengan pemerintah daerah untuk mendorong peningkatan produksi dan pengadaan stok nasional harus dilakukan," katanya.

Secara terpisah, Iman Sugema mengatakan, pemerintah diminta lebih memperhatikan kesejahteraan petani. Hal ini mengingat semakin menurunnya harga komoditas pertanian, khususnya tanaman pangan, di pasar dunia.

"Jalan yang harus dilakukan untuk tetap menjaga kestabilan harga di tingkat petani, yakni Bulog harus turun tangan untuk membeli produk petani," kata Iman Sugema.

Dikatakannya, masalah penurunan harga komoditas pertanian, khususnya tanaman pangan, selama ini tidak memberikan pengaruh terhadap harga di tingkat petani maupun konsumen. Hal ini dikarenakan selama ini harga panen di tingkat petani tergolong minim jika dibandingkan dengan biaya produksi.

Sementara di tingkat konsumen tetap tinggi, karena para oknum pedagang tak mau rugi dengan menurunkan harga. "Kalau kondisi ini bertahan dan terus merugikan petani maupun konsumen, maka petani bisa berhenti menanam dan beralih usaha lain. Ini akan jauh lebih berbahaya," ujarnya.

Dengan demikian, lanjut Iman, pemerintah harus bisa menyesuaikan harga komoditas pertanian, khususnya di tingkat petani, seraya menjaga keterjangkauan masyarakat konsumen. (Andrian/Bayu)

Sumber : http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=211849